"Jadi kami perlu memberikan wawasan kepada anak-anak ini bahwa mereka mesti paham betul, ya, bagaimana sistem pertandingannya ini, yang tidak hanya tentang mengenai individu saja, tapi harus ada kerja sama juga," ungkap Yonathan kepada Djarum Badminton, Kamis (18/9), di GOR Djarum, Jati, Kudus, Jawa Tengah.
"Selain itu, bagaimana mereka memikirkan timnya ini, men-support teman-temannya ketika lagi bertanding. Juga karena ini beregu di dalam satu grup, kita juga harus mengincar poin, jadi setiap poin itu penting di pertandingan beregu ini," tambahnya.
Namun, menanamkan nilai kebersamaan ke setiap pemain tak semudah membalikkan telapak tangan. Yonathan menyatakan, di kategori usia dini, para pemain cenderung lebih senang bermain. Karena itu, para pelatih membagi jatah waktu antara sesi latihan dan kesempatan bersantai. "Kebetulan juga, di asrama kita banyak tempat-tempat yang bisa untuk mereka bermain, ada hiburan juga," kata pelatih yang menangani sektor tunggal putra kategori usia dini hingga taruna ini.
Yonathan mengakui, kebahagiaan terbesar muncul saat melihat anak-anak asuhnya meraih prestasi dan terus menunjukkan peningkatan. Namun, di balik rasa suka cita, ada pula rasa duka ketika mereka mengalami kekalahan. Rasa kecewa yang timbul justru menjadi pemicu baginya untuk mencari jalan keluar agar para pemain dapat segera bangkit dan kembali menemukan kepercayaan diri.
Ia pun merasa bangga atas performa yang ditunjukkan oleh para pemain binaannya pada kejuaran beregu yang berlangsung pada 15-21 September ini. "Anak-anak melihat ini adalah sebuah hal yang luar biasa untuk melihat megahnya pertandingan ini, di saat bersamaan mereka mendapat sebuah suasana yang baru, yaitu anak-anak usia 13-15 tahun ini bisa merasakan pertandingan dengan sistem beregu," kata Yonathan.
"Memang ini adalah kesempatan pertama bagi kami untuk bertanding pada Polytron Superliga Junior 2025. Kami berharap Taqi bisa konsisten mengikuti ajang ini, dan khusus pada tahun ini bisa mendapatkan hasil yang bagus," pungkasnya.


